Sumenep,Globalindo.Net//- Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) yang bertujuan memperbaiki jaringan irigasi dan melibatkan partisipasi masyarakat kini tengah menuai sorotan di Kabupaten Sumenep. Program yang dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan menggunakan dana APBN ini diduga disalahgunakan dan terindikasi menjadi ladang korupsi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, proyek P3-TGAI di Sumenep diduga mengalami pemangkasan anggaran hingga 35 persen. Pemangkasan tersebut diduga dilakukan oleh oknum pihak yang terkoodinir, sehingga berimbas pada mutu pekerjaan yang jauh dari standar spesifikasi yang ditetapkan. “Setelah uangnya saya cairkan dari bank, langsung dipotong 35 persen dan diberikan secara tunai kepada TA yang dikoordinasikan oleh K,” ungkap salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.
Sumber lain menjelaskan bahwa setiap proyek P3-TGAI yang berada di kecamatan-kecamatan di Sumenep memiliki anggaran sekitar Rp195 juta. Namun, anggaran yang seharusnya dialokasikan penuh untuk meningkatkan kualitas jaringan irigasi tersebut ternyata tidak dapat digunakan sesuai kebutuhan. “Pemangkasan anggaran sebesar itu tentu mempengaruhi kualitas pekerjaan. Ini memberatkan bagi penerima manfaat yang harus bekerja dengan dana yang tersisa,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Kekecewaan itu muncul karena anggaran yang diterima oleh pelaksana menjadi tidak mencukupi untuk menghasilkan pekerjaan yang maksimal. Sumber itu mengaku jika pekerjaan tidak menguntungkan, justru bisa merugikan karena dana yang seharusnya digunakan sudah dipotong sebelum pekerjaan dimulai. “Pekerjaan ini tidak akan bisa maksimal. Kalau tidak untung ya rugi mas, jadi saya hanya menerima ampasnya,” keluhnya saat dikonfirmasi pada Jumat, (25/10/2024).
Ironisnya, investigasi lanjutan menemukan bahwa pemangkasan anggaran ini bukan hanya dilakukan oleh satu oknum. Dana dari APBN yang dikhususkan untuk program irigasi ini diduga menjadi lahan bagi-bagi keuntungan oleh sejumlah pihak yang mengaku memiliki keterlibatan atau kedekatan dengan pejabat tertentu. “Anggaran itu tidak hanya dipangkas oleh oknum yang mengaku orangnya DPR-RI, tetapi pendamping kecamatan pun turut meminta bagian 10 persen per titik,” lanjut sumber tersebut.
Saat dikonfirmasi, oknum pendamping teknis berinisial K justru bersikap keberatan dan terkesan menghindar dari pertanyaan media terkait isu ini. “Kok bisa kepada saya konfirmasinya, coba tanyakan ke KMB atau pendampingnya pak,” ujarnya singkat. Padahal, K dikenal sebagai tenaga ahli yang memiliki tanggung jawab dalam mendampingi program P3-TGAI di wilayah tersebut.
Selain itu, sumber lain yang mengetahui jalannya program ini mengungkapkan bahwa pendamping teknis berinisial M juga terlibat dalam proses pemangkasan anggaran di beberapa titik proyek. Namun, K yang bertanggung jawab sebagai koordinator pendamping justru mengaku tidak begitu mengenal M. “Setahu saya, pendamping tenaga ahli P3-TGAI berinisial M,” ucapnya dengan sikap yang terkesan ambigu.
Saat ditanya lebih lanjut mengenai seberapa dekat dirinya dengan M, K tidak memberikan jawaban pasti. “Saya tidak tahu mas, saya sekadar tahu namanya saja,” katanya dengan nada yang mengisyaratkan keraguan. Jawaban ini semakin menimbulkan tanda tanya tentang transparansi dan keterlibatan para pendamping teknis dalam pengelolaan anggaran P3-TGAI.
Kasus dugaan pemotongan anggaran P3-TGAI ini memperlihatkan adanya indikasi penyalahgunaan dana pemerintah yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat. Keberadaan pemotongan dana ini bukan hanya merugikan penerima manfaat, tetapi juga mencoreng citra program pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat di tingkat desa.”
Pewarta:HR. Editor:Purwati