Jawa Tengah

Menghidupkan Kebun Obat (TOGA), Tanaman Tumpang Sari, dan Tabulapot di Kabupaten Jepara: Dari Ketahanan Keluarga Menuju Kolaborasi Ekonomi Rakyat

100
×

Menghidupkan Kebun Obat (TOGA), Tanaman Tumpang Sari, dan Tabulapot di Kabupaten Jepara: Dari Ketahanan Keluarga Menuju Kolaborasi Ekonomi Rakyat

Sebarkan artikel ini

Oleh : Djoko Tp – Jepara

*1.Pendahuluan*

Kabupaten Jepara sejak lama dikenal sebagai daerah dengan warisan agraris yang kuat. Dulu, hampir setiap rumah memiliki kebun obat keluarga (TOGA), mempraktikkan tanaman tumpang sari, dan memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur maupun buah. Kebiasaan ini bukan hanya memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga menjaga kesehatan keluarga secara alami.
Namun, tradisi tersebut kini mulai terlupakan. Sekitar 20–25 tahun lalu, program seperti apotek hidup, TOGA, dan tumpang sari memang pernah digalakkan lewat PKK atau penyuluhan pertanian. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, kebiasaan ini tidak lagi bertahan. Ada beberapa faktor penyebab:
– Urbanisasi dan gaya hidup modern – generasi muda lebih memilih bekerja di industri atau jasa, sementara kebutuhan obat dan pangan lebih mudah didapat di pasar modern.
– Kurangnya pendampingan berkelanjutan – program hanya berjalan sebentar tanpa monitoring atau inovasi.
– Tergusur oleh modernisasi – obat herbal tergantikan oleh obat kimia, dan produk pasar massal lebih menarik ketimbang hasil pekarangan.
– Keterbatasan lahan dan orientasi ekonomi – perumahan padat mengurangi ruang bertanam, dan warga lebih fokus bekerja mencari penghasilan cepat.
– Tidak adanya narasi besar – dulunya TOGA dan tumpang sari hanya dianggap program tambahan, belum dikaitkan dengan ketahanan keluarga dan ekonomi rakyat.

Padahal, di tengah krisis pangan, kesehatan, dan lingkungan saat ini, kearifan lokal tersebut justru sangat relevan untuk dihidupkan kembali.

*Rumusan Masalah*

Dari pelajaran masa lalu, muncul beberapa pertanyaan penting:
– Bagaimana cara menghidupkan kembali TOGA, tumpang sari, dan tabulapot agar tidak lagi dilupakan?
– Apa bentuk pendampingan dan inovasi yang dibutuhkan supaya gerakan ini berkelanjutan?
– Bagaimana memanfaatkan pekarangan sempit agar tetap produktif?
– Bagaimana menjadikan hasil kebun rakyat bernilai ekonomi nyata?
– Bagaimana Koperasi Merah Putih dapat berperan dalam pengolahan dan pemasaran hasil?
– Bagaimana memastikan program ini bertahan jangka panjang dan tidak sekadar tren sesaat?

*Tujuan Program*

Program ini bertujuan untuk:
– Membangun ketahanan keluarga melalui ketersediaan pangan sehat dan obat herbal di rumah tangga.
– Menghidupkan kearifan lokal dan melestarikan tradisi agraris Jepara.
– Meningkatkan kesejahteraan ekonomi rakyat lewat pemasaran hasil kebun melalui koperasi.
– Mengoptimalkan lahan terbatas dengan tumpang sari dan tabulapot yang produktif.
– Menciptakan sistem berkelanjutan lewat pendampingan, monitoring, dan kelembagaan yang kuat.
– Menjadikan Jepara model nasional dalam mengintegrasikan tradisi lokal dengan ekonomi kerakyatan modern.

*Manfaat Program*

A. Manfaat Langsung
– Keluarga lebih sehat dengan obat herbal alami.
– Sayuran dan buah segar tersedia dari pekarangan sendiri.
– Hemat biaya rumah tangga.
– Lingkungan lebih hijau dan nyaman.

B. Manfaat Jangka Menengah
– Ada tambahan penghasilan dari penjualan hasil kebun.
– Koperasi Merah Putih tumbuh sebagai lembaga ekonomi rakyat.
– Gotong royong warga semakin kuat.
– Tumbuh wirausaha baru dari produk herbal dan pangan sehat.

*C. Manfaat Jangka Panjang*

– Terbangunnya ketahanan keluarga dan masyarakat menghadapi krisis global.
– Tradisi pertanian lokal tetap hidup dan diwariskan.
– Tercipta lapangan kerja baru di bidang pertanian rumah tangga dan pengolahan produk.
– Citra Jepara meningkat sebagai daerah yang inovatif dalam ketahanan pangan.
– Jepara menjadi model inspiratif nasional bagi daerah lain.

*.Analisis Situasi Jepara Saat Ini*

– Potensi Lahan Pekarangan: Sebagian besar rumah di desa masih memiliki pekarangan, meski tidak luas. Dengan konsep tabulapot, lahan sempit pun tetap bisa produktif.
– Potensi Herbal: Jepara memiliki tanah yang subur untuk tanaman obat seperti jahe, kunyit, temulawak, kencur, dan sirih.
– Kebutuhan Kesehatan: Biaya berobat semakin mahal, sehingga obat herbal bisa menjadi alternatif murah dan aman.
– Potensi Pasar: Masyarakat perkotaan semakin menyukai produk herbal dan pangan sehat. Ini peluang besar bagi UMKM Jepara.
– Kelembagaan Desa: BUMDes dan koperasi sudah ada, tinggal diperkuat untuk pengolahan dan pemasaran produk..

*2. Landasan Regulasi dan Teori*

*Landasan Regulasi:*

– UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan: menekankan pentingnya ketahanan pangan rumah tangga dan pemanfaatan pekarangan.
– Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2016: tentang upaya pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan akupresur.
– UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian: koperasi sebagai soko guru perekonomian rakyat.
– SDGs (Sustainable Development Goals): tujuan ke-2 (zero hunger) dan tujuan ke-3 (good health and well-being).

*Landasan Teori:*

– Ketahanan pangan rumah tangga: menurut FAO, ketersediaan pangan harus dimulai dari keluarga.
– Agroekologi: tumpang sari meningkatkan kesuburan tanah, mengurangi hama, dan mendukung keberlanjutan.
– Ekonomi kerakyatan: koperasi sebagai wadah kolektif untuk distribusi hasil produksi rakyat.

*3. Kebun Obat (TOGA) di Setiap RT*

TOGA bukan hanya kumpulan tanaman herbal, melainkan warisan budaya kesehatan. Di setiap RT, kebun obat dapat dikelola secara kolektif:
– Kesehatan alami: tanaman seperti jahe, kunyit, temulawak, sirih, dan daun saga digunakan untuk pengobatan tradisional.
– Edukasi komunitas: menjadi sarana belajar anak-anak mengenal herbal dan cara meracik jamu.
– Gotong royong: warga bersama-sama merawat kebun, memperkuat kohesi sosial.

*4. Tanaman Tumpang Sari di Setiap Rumah*

Tumpang sari memungkinkan pekarangan rumah menghasilkan sayur-sayuran sekaligus menjaga kesuburan tanah.
– Ekonomi keluarga: cabai, seledri, tomat, kacang panjang, dan terong bisa mengurangi biaya belanja harian.
– Ekologi: menekan serangan hama tanpa pestisida berlebihan, menjaga keseimbangan lingkungan.
– Kebudayaan: melanjutkan tradisi pertanian berkelanjutan yang diwariskan leluhur Jepara.

*5. Tabulapot (Tanaman Buah dalam Pot)*

Tabulapot menjadi jawaban keterbatasan lahan di daerah padat penduduk.
– Praktis: buah jeruk, jambu, mangga, belimbing, hingga kelengkeng bisa tumbuh subur dalam pot.
– Ekonomi: buah bernilai tinggi, baik dijual segar maupun olahan.
– Estetika: menghadirkan nuansa hijau yang indah di rumah.

*6. Kolaborasi Ekonomi dengan Koperasi Merah Putih*

Agar gerakan ini berdampak luas, perlu ekosistem ekonomi berbasis rakyat. Koperasi Merah Putih dapat menjadi penggerak:
– Pengumpulan hasil: koperasi membeli hasil panen dari rumah tangga dan RT.
– Pengolahan: hasil diolah menjadi produk bernilai tambah (jamu instan, sirup herbal, jus buah, sayuran sehat).
– Distribusi dan pemasaran: produk dipasarkan ke pasar lokal, regional, bahkan online.
– Pemberdayaan anggota: keuntungan koperasi kembali ke masyarakat, memperkuat ekonomi keluarga.

Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menanam untuk konsumsi, tetapi juga masuk ke rantai ekonomi yang lebih luas.


*7. Simulasi Manfaat Ekonomi*

Misalnya, satu keluarga menanam:
– 5 pot jahe, 5 pot kunyit, 5 pot temulawak.
– 10 pot cabai dan tomat.
– 3 pohon buah tabulapot (jeruk, jambu, belimbing).

Hasil panen minimal bisa menghemat Rp150.000–Rp250.000 per bulan untuk belanja dapur. Jika 10.000 keluarga di Jepara melakukan hal yang sama, akan ada perputaran ekonomi lokal senilai Rp1,5 – 2,5 miliar per bulan hanya dari pekarangan. Belum termasuk nilai tambah produk olahan herbal (jamu instan, sirup, minyak gosok).

*8. Rekomendasi Konkret untuk Pemkab Jepara*

– Program Jepara Sehat & Hijau: mengintegrasikan TOGA dan tabulapot ke dalam kegiatan PKK dan Posyandu.
– Bantuan bibit massal: Pemkab menyalurkan bibit herbal dan tabulapot ke setiap desa.
– Pelatihan UMKM herbal: Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian melatih warga membuat produk olahan herbal siap jual.
– Peraturan Bupati (Perbup): menjadikan gerakan TOGA sebagai program resmi ketahanan keluarga.
– Koperasi & BUMDes: diwajibkan menampung, mengolah, dan memasarkan hasil pekarangan warga.
– Kemitraan digital: menggandeng marketplace untuk pemasaran produk herbal Jepara secara online.
– Festival Herbal & Tabulapot Jepara : event tahunan untuk promosi produk sekaligus menarik wisa

*9. Refleksi Filosofis*

Gerakan kebun obat, tumpang sari, dan tabulapot mengandung nilai-nilai reflektif:
– Kesederhanaan: kesehatan dan pangan sejatinya tersedia di sekitar kita.
– Kemandirian: masyarakat mampu bertahan tanpa sepenuhnya bergantung pada pasar modern.
– Gotong royong: kebun bersama di RT menumbuhkan solidaritas sosial.
– Kreativitas: tabulapot menunjukkan kemampuan masyarakat berinovasi di tengah keterbatasan.
– Identitas Jepara: selain dikenal dengan ukirannya, Jepara juga dikenang sebagai daerah yang mampu menanam, mengelola, dan berbagi hasil bumi secara arif.

*10.Indikator Keberhasilan Program TOGA, Tumpang Sari, dan Tabulapot*

*Partisipasi Masyarakat*
– Indikator: Jumlah rumah tangga yang menanam TOGA/tabulapot.
– Target: minimal 60–70% rumah tangga per desa aktif.
– Presentasi capaian: dihitung melalui pendataan RT/RW.

*Kesehatan & Penghematan Keluarga*
– Indikator: Penurunan biaya pembelian sayur/buah/obat kimia.
– Target: rata-rata 20–30% penghematan biaya rumah tangga per bulan.
– Presentasi capaian: survei belanja keluarga sebelum & sesudah program.

*Ekonomi Rakyat*
– Indikator: Penjualan hasil panen/produk olahan melalui koperasi/UMKM.
– Target: minimal 10–15% keluarga mendapat tambahan penghasilan rutin.
– Presentasi capaian: laporan penjualan koperasi/UMKM desa.

*Kelembagaan & Dukungan*
– Indikator: Koperasi/BUMDes aktif menampung dan mengolah hasil.
– Target: 100% desa percontohan memiliki kelembagaan aktif.
– Presentasi capaian: laporan kegiatan koperasi & monitoring pemerintah.

*Keberlanjutan & Replikasi*
– Indikator: Jumlah desa baru yang mengadopsi program.
– Target: minimal 30% desa di kabupaten menerapkan dalam 3 tahun.
– Presentasi capaian: SK desa/kelurahan dan dokumentasi implementasi.

*11. Penutup*

Menghidupkan kembali kebun obat (TOGA), tumpang sari, dan tabulapot di Kabupaten Jepara adalah strategi lokal berbasis tradisi untuk menjawab tantangan kesehatan, pangan, dan ekonomi. Kolaborasi dengan Koperasi Merah Putih memastikan gerakan ini tidak berhenti di pekarangan rumah, tetapi berkembang menjadi ekonomi kolektif yang menyejahterakan masyarakat.
Jepara, dengan demikian, bukan hanya dikenang karena seni ukir dan lautannya, melainkan juga karena kemampuannya menumbuhkan kehidupan hijau, sehat, mandiri, dan berkeadilan.

Pewarta : ha sutryawan