Pacitan ~ Globalindo.Net// Umat Islam di seluruh dunia, termasuk masyarakat di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, akan memperingati Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah yang jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025. Perayaan tahunan ini bukan sekadar seremoni keagamaan, namun juga momentum mendalam untuk menghidupkan kembali nilai-nilai spiritual, pengorbanan, dan kemanusiaan di tengah tantangan zaman modern.
Idul Adha memiliki akar historis kuat dalam kisah agung Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS. Kisah ini menjadi simbol ketundukan total, keikhlasan, dan kesediaan berkorban demi ketaatan kepada Tuhan. Dalam momen itu, Allah menggantikan Ismail dengan seekor hewan sembelihan, mengajarkan bahwa yang dinilai bukan semata-mata bentuk fisik pengorbanan, tapi ketulusan niat dan keikhlasan hati.
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat: 107)
Nilai-nilai ini tetap relevan hingga hari ini. Di era 2025, ketika manusia dihadapkan pada kemajuan teknologi, tekanan ekonomi, dan pergeseran nilai sosial, semangat Idul Adha menjadi pengingat pentingnya keteguhan iman dan integritas moral. Figur Nabi Ibrahim AS juga menginspirasi sikap keberanian dalam mempertahankan prinsip, bahkan di tengah lingkungan yang tidak mendukung.
Lebih dari sekadar ibadah ritual, qurban memiliki dimensi sosial yang nyata. Daging dari hewan qurban dibagikan kepada mereka yang membutuhkan, sebagai wujud nyata dari ajaran solidaritas, keadilan, dan kepedulian sosial. Nilai ini sangat penting di tengah meningkatnya kesenjangan ekonomi dan krisis kemanusiaan global.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam tidak memaksakan ibadah qurban kepada yang belum mampu. Ini mencerminkan prinsip keadilan dalam syariat, bahwa ibadah harus dijalankan sesuai kemampuan. Dalam budaya lokal seperti di Jawa, pemilihan hewan qurban juga memperhatikan kearifan tradisional – membedakan pedet dengan sapi dewasa, misalnya – sebagai bentuk penghargaan terhadap etika dan kualitas ibadah.
Di tengah derasnya arus digitalisasi dan kecenderungan masyarakat yang semakin individualistik, Idul Adha menjadi panggilan untuk memperkuat nilai kemanusiaan dan spiritualitas. Ibadah qurban mengajarkan kita untuk menekan ego, membuka ruang empati, dan memperkuat komitmen pada nilai-nilai kebaikan bersama.
Pada akhirnya, perayaan Idul Adha tahun ini adalah ajakan untuk menumbuhkan kembali kesadaran kolektif tentang arti penting berkorban demi kebaikan bersama, menjadikan iman sebagai fondasi moral, serta membangun masyarakat yang berkeadilan dan berperikemanusiaan.
{S diran}