Sumenep~Globalindo.Net//–Penangkapan oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berinisial SB oleh Satreskrim Polres Sumenep kini memicu sorotan luas, usai pengakuan mengejutkan yang disampaikan Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Agus, dalam konferensi pers.
Dalam keterangan resminya kepada awak media, AKP Agus menyampaikan bahwa SB ditangkap usai diduga hendak menerima uang dari salah satu kepala desa di Kecamatan Batang-Batang, Sumenep. Transaksi tersebut berlangsung di rumah oknum pegawai Inspektorat Kabupaten Sumenep berinisial J.
“Jadi tersangka SB ini datang ke rumahnya J, untuk menunggu transaksi yang disepakati,” kata Agus. “Lalu pihak pelapor mengalihkan barang buktinya, kemudian anggota kami dari Resmob dan penyidik melakukan penangkapan.”
Pernyataan Agus yang mengonfirmasi adanya “kesepakatan” terkait uang membuat awak media bertanya lebih lanjut. “Berarti ada kesepakatan?” tanya salah satu awak media lainnya. Agus menjawab, “Iya, ada. Yang awalnya itu diminta kurang lebih empat puluh (juta), turun-turun-turun, sampai jadi dua puluh.”
Ketika ditanya mengapa pihak kepala desa bersedia memberikan uang, Agus menjelaskan, “Karena ditakuti bahwa kalau tidak diikuti, akan dilaporkan ke Inspektorat.”
Pernyataan ini memicu spekulasi: apakah kepala desa tersebut memang punya kesalahan hingga takut dilaporkan? Atau sebaliknya, apakah ini merupakan upaya jebakan untuk menjatuhkan SB?
Penangkapan Dinilai Janggal, Diduga Ada Skema Jebakan.
Penangkapan SB dilakukan di rumah J, pegawai Inspektorat yang kini juga ikut diamankan. Video yang beredar menunjukkan langsung operasi penangkapan. SB langsung diborgol, tasnya digeledah, dan salah satu anggota tim menunjukkan surat penangkapan.
Namun yang menjadi sorotan, apakah SB pernah dipanggil sebelumnya sebagai saksi atau dimintai klarifikasi, jika penangkapan itu berdasarkan LP?
Apakah laporan dugaan pemerasan yang dilayangkan oleh kepala desa tersebut langsung berujung penangkapan tanpa penyelidikan mendalam?
Masyarakat juga bertanya-tanya, apakah pelapor – dalam hal ini kepala desa – pernah dimintai keterangan resmi oleh pihak kepolisian sebelum penangkapan dilakukan?
Peran Kepala Desa dan Dugaan Skema Penjebakan
Dalam video penangkapan yang tersebar, tampak kehadiran seorang kepala desa dari wilayah Batang-Batang Daya beserta suaminya. Keduanya terlihat panik saat SB digelandang keluar rumah J.
Kejanggalan ini membuat banyak pihak menuding adanya skenario jebakan yang melibatkan kepala desa, suaminya, dan oknum kepolisian. Dugaan makin menguat karena pertemuan mereka dilakukan di rumah J, yang bukan tempat umum, namun justru menjadi lokasi eksekusi penangkapan.
Jika benar skema ini disusun untuk menjebak SB, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum.
Penjebakan (entrapment) dalam hukum pidana Indonesia dilarang karena tidak sesuai dengan prinsip due process of law.
Potensi Pelanggaran Hukum dan Etika Kepolisian
Pakar hukum menilai, tindakan penjebakan yang dirancang oleh pelapor bersama aparat penegak hukum, jika benar terjadi, dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Dalam KEPP disebutkan bahwa aparat kepolisian wajib bertindak profesional, mengedepankan prosedur hukum, dan menjunjung tinggi asas keadilan serta perlindungan hak asasi manusia.
Menjebak seseorang untuk dijadikan tersangka merupakan bentuk rekayasa hukum yang tidak bisa dibenarkan.
Menanti Transparansi Polres dan Kejelasan Prosedur Hukum
Hingga kini, publik menantikan keterbukaan dari Polres Sumenep terkait kronologi dan prosedur hukum yang dijalankan sebelum penangkapan SB.
Apakah tahapan hukum seperti pemanggilan saksi, klarifikasi awal, dan penyelidikan telah dilakukan sesuai aturan?
Kasus ini bukan hanya menjadi ujian bagi integritas aparat hukum, tetapi juga menjadi peringatan bagi pentingnya prosedur hukum yang adil dan transparan.”
Pewarta:HR












