WEST PAPUA – Globalindo.Net// Benny Wenda, Pemerintah Sementara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), mengatakan dalam pernyataan resminya bahwa Presiden Indonesia terpilih Prabowo, menghidupkan sistem Orde Baru kini sadar akan apa yang saya katakan setelah Prabowo Subianto terpilih tahun lalu: bahwa hantu Suharto telah kembali. Kediktatoran Orde Baru telah terkubur dua puluh lima tahun yang lalu, namun di bawah pemerintahan Prabowo, kediktatoran tersebut kini terlahir kembali. Pungkas Wenda dalam pernyataan resminya pada 28 Februari 2025.
Wenda, mengatakan bahwa Prabowo setelah terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia Ia mengisi jabatan-jabatan politik dengan tokoh-tokoh militer, mengirim kabinetnya ke kamp-kamp pelatihan militer, dan telah mengaktifkan kembali fungsi ganda militer untuk menjalankan urusan militer dan sipil. Tambahnya
Akibatnya, para komentator arus utama dan surat kabar seperti Jakarta Post kini mengkhawatirkan kembalinya pemerintahan otoriter. Namun bagi kami, fungsi ganda tersebut tidak pernah hilang: pendudukan militer telah menjadi kenyataan di Papua Barat selama enam puluh tahun terakhir. Kami tidak pernah terintegrasi ke dalam demokrasi Indonesia, karena kami tidak pernah ingin menjadi bagian dari demokrasi tersebut. Bagaimana West Papua bisa demokratis jika keinginan kita yang paling mendasar – Merdeka; penentuan nasib sendiri dan kebebasan – apakah ilegal di bawah pemerintahan Indonesia? Katanya
Kita harus ingat bahwa fase terburuk dalam sejarah Papua Barat baru-baru ini terjadi di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Di bawah pemerintahannya, lebih dari seratus ribu warga Papua Barat terpaksa meninggalkan rumah mereka; lebih dari delapan puluh lima ribu penduduk saya masih hidup sebagai pengungsi di alam liar, seringkali tanpa makanan, pendidikan atau perawatan medis. Sejak tahun 2018, lebih dari seribu warga Papua Barat – sebagian besar perempuan dan anak-anak – tewas akibat operasi militer Indonesia. Tambahnya
Namun, meski menekankan keberlangsungan pendudukan Indonesia, pemerintah sementara ULMWP juga mengakui bahwa Prabowo menghadirkan ancaman unik bagi Papua Barat. Sejak pelantikannya, Prabowo telah mengerahkan ribuan pasukan tambahan ke Papua Barat, terutama untuk mengawasi mega-perkebunan besar ramah lingkungan di Merauke dan Boven Digoel.
Ia juga telah membentuk komando militer Independen baru untuk kelima provinsi yang baru dibentuk, melanjutkan rencana pemekaran provinsi ilegal yang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan memperkenalkan sistem pendudukan militer yang lebih komprehensif. Contoh terbaru dari meningkatnya militerisme di Indonesia adalah pelantikan Bupati daerah Papua Barat di Jakarta, yang mengenakan seragam tentara. Hal ini tidak lain adalah pengenalan simbolis kekuasaan militer,katanya.
Meningkatnya militerisme di Indonesia adalah alasan mengapa rencana penyediaan makanan sekolah gratis yang diajukan oleh Prabowo ditolak mentah-mentah oleh ribuan siswa di seluruh Papua Barat. Saya memuji keberanian para siswa ini, yang telah digas air mata, dipukuli, dan ditangkap, hanya karena mereka menuntut pendidikan gratis dibandingkan makanan gratis. Mengapa pihak militer menyediakan makanan di sekolah, padahal ribuan pengungsi di Maybrat, Intan Jaya dan kabupaten lain kelaparan? Mahasiswa patut curiga ketika Indonesia telah meracuni ribuan rakyat kita. Ini adalah satu lagi contoh keterlibatan militer dalam urusan sipil.
Militer juga telah mengambil alih sekolah dan rumah di Puncak, sesuai dengan sejarah panjang mereka yang menggunakan bangunan sipil untuk tujuan militer. Rumah sakit, sekolah, gereja, dan rumah di Papua sering kali diserang tanpa peringatan dan diubah menjadi pos militer,imbuhnya.
Indonesia harus menarik pasukannya dari infrastruktur sipil di Papua Barat, mengakhiri operasi militer di dataran tinggi, dan bergerak menuju penyelesaian konflik Papua Barat secara damai. Pada akhirnya, satu-satunya jawaban terhadap meningkatnya militerisasi di Papua Barat adalah penentuan nasib sendiri. Tutup Benny Wenda.
Jurnalis : Dano Tabuni