Nasional

Warga Keturunan Tionghoa Ziarah Makam Gus Dur

551
×

Warga Keturunan Tionghoa Ziarah Makam Gus Dur

Sebarkan artikel ini

JOMBANG, Globalindo.Net // Mengenakan seragam t-shirt putih lengan pendek bertuliskan “Ceng Beng – Gus Dur”, lengkap dengan foto Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid, sekitar 40 orang anggota Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong (BHT) dari Semarang berziarah ke makam Gus Dur. Kegiatan ini diselenggarakan sudah 4 kali dalam kurun waktu empat tahun berturut-turut.

BHT adalah satu-satunya Perkumpulan Tionghoa paling tua di Semarang yang masih eksis hingga kini. Mereka datang dari Semarang menuju Jombang naik bus dengan tujuan utama untuk Ziarah atau Ceng Beng ke Makam Gus Dur di Kompleks Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu-Ahad (24-25/08/2024).

Peserta Ceng Beng dari Semarang tiba di kompleks makam Gus Dur diawali dengan beragam prosesi. Di antaranya dengan menyapu di pelataran kompleks makam dengan sapu lidi, memungut sampah untuk menjaga kebersihan. Kemudian, acara dilanjut ziarah ke Makam Gus Dur.

*Wujud Terima Kasih*
Ketua BHT Semarang sekaligus Koordinator Ceng Beng, Harjanto Halim mengatakan, tujuan utama Ceng Beng ke Makam Gus Dur adalah sebagai wujud rasa terima kasih dan penghormatan kepada Gus Dur. Diketahui, saat menjabat sebagai Presiden RI Gus Dur memberi kebebasan etnis Keturunan Tionghoa untuk merayakan Budaya Tionghoa. Yaitu dengan mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967, yang melarang Perayaan Budaya Tionghoa di Indonesia.

“Jadi ziarah dan berdoa ke Makam Gus Dur seharusnya wajib dilakukan oleh warga etnis keturunan Tionghoa di Indonesia, terutama kepada para pemuka Klenteng di seluruh Indonesia,” kata Harjanto yang juga owner PT Marimas ini.

“Karena Gus Dur, maka kami sampai sekarang bisa menikmati kebebasan untuk merayakan budaya Tionghoa di Indonesia,” tutur alumni S2 Teknik Pangan dari Universitas California Davis, USA tahun 1990 ini.

Setelah ziarah ke Makam Gus Dur, rombongan mengunjungi Museum Islam Indonesia KH M Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus kakek Gus Dur. Setelah dari museum, mereka langsung menuju Klenteng Hong San Kiong Gudo, Jombang untuk beristirahat dan bermalam di klenteng ini sambil menikmati pertunjukan Wayang Potehi yang sudah mulai langka. Untuk makan malam, panitia menjamu dengan menikmati Nasi Kikil Kesukaan Gus Dur di Mojosongo, Jombang.

*Lagu Yalal Wathon*
Makan malam Nasi Kikil ini semakin nikmat dengan kehadiran Ibu Munjidah Wahab, mantan Bupati Jombang yang juga putri KH Abdul Wahab Chasbullah, salah seorang pendiri NU. Acara semakin gayeng, karena para peserta yang sebagian besar Keturunan Tionghoa spontan menyanyikan lagu Yalal Wathon.

Sebelum pulang ke Semarang, pada Ahad (26/08/2024) pagi, rombongan Ceng Beng ini menyaksikan sunrise di Rolak 70, yang merupakan salah satu bendungan bersejarah. Tidak lupa rekreasi ke Candi Rimbi, Candi Tikus dan mengunjungi Maha Vihara Mojopahit, Trowulan, Mojokerto.

Boen Hian Tong (BHT) adalah satu-satunya perkumpulan Tionghoa paling tua di Semarang yang masih berdiri dan aktif hingga saat ini. Peresmian BHT diselenggarakan pada tanggal 15 Cia Gwee Imlek 2427 pada malam Cap Go Meh (Shi Wu Jie) atau bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1876 di sebuah rumah di Gang Gambiran, Semarang.

“Tujuan didirikan BHT sekedar untuk mempererat tali persaudaraan dengan jalan mengembangkan seni tetabuhan Tionghoa. Kesenian bermusik waktu itu Lamkwan yang dimainkan secara rutin setiap tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek,” tutur Harjanto.

Meskipun berawal sebagai perkumpulan hiburan dengan berkesenian memainkan Lamkwan, akhirnya berkembang menjadi organisasi sosial yang lebih luas dengan memberikan bantuan di kalangan mereka yang membutuhkan. “Sehingga awalnya perkumpulan untuk berkesenian, kini menjadi perkumpulan sosial juga,” pungkasnya.

Pewarta : Muz
Editor. : Bu Pur