JAKARTA, Globalindo.Net- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menegaskan bahwa dana mengendap pemerintah daerah di perbankan masih cukup melimpah, meskipun pemerintah memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD). Untuk tahun 2026, anggaran TKD dipangkas menjadi Rp.693 triliun, turun dari Rp.919,87 triliun pada tahun 2025.
Pemangkasan anggaran TKD ini sempat memicu protes dari beberapa kepala daerah, termasuk para gubernur, yang mendatangi Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu. Namun, Purbaya menemukan bahwa dana mengendap yang belum terbelanjakan oleh pemerintah daerah masih cukup besar.
“Beberapa waktu lalu memang banyak laporan protes, tapi saat saya cek, uang yang masih mengendap ternyata masih sangat banyak. Saya sarankan segera habiskan dulu baru kalau masih ada masalah, silakan datang kembali,” ujar Purbaya saat rapat kerja dengan Komite IV DPD di Jakarta, pada Selasa 4 November 2025.
Data terakhir dari Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang dihadiri oleh Purbaya dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 20 Oktober 2025 menunjukkan dana mengendap pemerintah daerah di perbankan mencapai Rp.233 triliun per akhir September 2025.
Namun, Tito mengungkapkan ada kesalahan input data oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang membuat saldo dana mengendap tercatat lebih besar sekitar Rp.18 triliun. Dengan koreksi tersebut, saldo dana mengendap sebenarnya sebesar Rp.215 triliun.
Purbaya menekankan bahwa keberadaan dana yang sangat besar tersebut menunjukkan lambatnya pemerintah daerah dalam membelanjakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk pembangunan ekonomi masyarakatnya.
Pemerintah pusat memutuskan untuk memangkas anggaran TKD pada tahun depan dan mengalihkan dana tersebut ke program-program prioritas yang langsung berdampak bagi masyarakat.
“Anggaran yang dialokasikan ke daerah sebenarnya naik, dari Rp.930 triliun menjadi Rp.1.377 triliun, atau meningkat sebesar Rp.447,2 triliun. Jadi, manfaat untuk daerah sebenarnya lebih besar, bukan berkurang,” jelasnya.
Namun, ia menambahkan, “Terkadang pemerintah daerah juga memiliki aspirasi sendiri. Jika terus seperti ini, kesannya desentralisasi justru berbalik menjadi sentralisasi,” tegas Purbaya.
Rf












