BeritaJAWA TIMUR

Ketika Wakil dari Pemerintah Banyuwangi Mengkritik Pemerintah: Gagalnya Implementasi Amandemen.

38
×

Ketika Wakil dari Pemerintah Banyuwangi Mengkritik Pemerintah: Gagalnya Implementasi Amandemen.

Sebarkan artikel ini

Banyuwangi~Globalindo.Net// Pernyataan terbuka dari seorang Wakil Pemerintah di Banyuwangi mengenai kegagalan pemerintah dalam mengimplementasikan amandemen merupakan indikasi serius atas krisis pelaksanaan konstitusi di tingkat lokal. Kritik ini mencerminkan adanya kesenjangan signifikan antara norma hukum yang telah diamandemen dan praktik birokrasi pemerintahan yang berlangsung.Amandemen sebagai produk politik hukum tertinggi seharusnya menjadi pedoman operasional dalam keperluan dan pelaksanaan kebijakan publik.Ketika seorang pejabat internal pemerintah sendiri mengakui kegagalan tersebut,maka hal ini bukan sekadar kritik biasa,tetapi sinyal keras akan lemahnya integrasi norma dan implementasi.Jum’at,11/04/2025

Amandemen tidak hanya sekadar mengubah teks konstitusi,tetapi juga mengandung semangat pembaruan struktural dan substansial dalam sistem pemerintahan.Dalam konteks Banyuwangi,kegagalan tersebut patut ditelisik lebih dalam: Apakah karena ketidakadilan administratif,resistensi politik,atau ketidaksiapan sumber daya manusia?Ketidakmampuan birokrasi lokal menerjemahkan amanat amandemen menjadi kebijakan konkret menandakan krisis kepemimpinan strategis.Pemerintah daerah sepertinya terjebak dalam retorika pembangunan tanpa mengeluarkan pemahaman mendalam terhadap landasan normatif yang seharusnya menjadi pijakan.

Pernyataan wakil pemerintah tersebut juga membuka ruang untuk mengkritisi efektivitas komunikasi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah.Seharusnya, pelaksanaan amandemen memerlukan sinkronisasi lintas tingkat pemerintahan. Namun,pengakuan kegagalan ini menunjukkan lemahnya pengawasan struktural serta pengabaian terhadap prinsip good governance.Ketika fungsi kontrol dan evaluasi terhadap pelaksanaan konstitusi lemah, maka daerah-daerah seperti Banyuwangi berisiko menjadi laboratorium kegagalan demokrasi konstitusional.

Lebih lanjut,kritik tajam ini menampilkan adanya kegamangan dalam tubuh pemerintahan daerah sendiri. Ketidakberdayaan pejabat pemerintah untuk mendorong kepatuhan terhadap konstitusi mengindikasikan bahwa jabatan bukan lagi alat pelayanan publik berbasis hukum, melainkan terjebak dalam kompromi politik dan kepentingan pragmatis.Akibatnya,kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun,dan kredibilitas amandemen sebagai instrumen reformasi hukum mengalami delegitimasi.

Maka, pengakuan terbuka Wakil Pemerintahan Banyuwangi harus dipandang sebagai alarm bagi seluruh jajaran pemerintahan,baik di tingkat pusat maupun daerah.Telah tiba saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap amandemen implementasi mekanisme, sekaligus memperkuat kapasitas birokrasi dalam menginternalisasi nilai-nilai konstitusi.Kritik dari dalam sistem seharusnya menjadi refleksi bersama bahwa hukum tidak cukup hanya di atas kertas,tetapi harus diwujudkan secara nyata dalam tindakan dan kebijakan yang berpihak pada keadilan dan tata kelola yang berintegritas.

RED. Herman Sjahthi, M.Pd, M.Th, CBC

Tinggalkan Balasan